Tentang Ernest Hemingway

Ernest Hemingway adalah ketakjuban. Setidaknya kata itulah yang tepat menggambarkan “Sang Maestro Abad XX.” Presiden Cuba, Fidel Castro pun mengakuinya. Bahkan dia mengaguminya lebih dari yang lain. “Ini mahaguru saya,” ucap Castro suatu ketika. Namun tak cukup Castro seorang. Sastrawan lainnya, Gabriel Garcia Marquez, mengaku terinsiprasi keahliannya.
Ernest Hemingway dilahirkan di Oak Park, Ilinois, di sebuah daerah pemukiman golongan berada, di pinggiran kota Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1899. Ia anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya, seorang dokter, adalah sosok yang penting dimana Hemingway sering mendapatkan inspirasi bagi karya-karyanya. Selepas SMA, Ernest Hemingway memulai kariernya menjadi penulis pada surat kabar The Kansas City Star pada tahun 1917. Pernah menjadi tenaga sukarela pada Perang Dunia Pertama sebagai pengemudi ambulans dan terluka saat bertugas bersama satuan infanteri dan kemudian dikirim pulang ke Amerika Serikat. Sekembalinya dia ke Amerika ia bekerja sebagai seorang koresponden untuk majalah Toronto Star. Seusai bertugas meliput perang turki-Yunani, Hemingway bermukim di Paris pada 1921. Di tempat itulah ia bertemu dengan pengarang- pengarang Amerika lainnya yang tinggal di Paris saat itu, seperti Getrude Stein, F.Scott Fitzgerald, Erza Pound, T.S Elliot dan Ford Madox Ford.
Three Stories and Teen Poems, adalah judul buku pertamanya yang terbit di Paris tahun 1923. Kemudian debutnya di bidang kepenulisan dimulai pada tahun 1925, saat sebuah kumpulan cerita pendeknya yang berjudul Our Time diterbitkan. Kemudian ia mengukuhkan dirinya sebagai pembawa suara apa yang dinamakan “lost generation” dan sebagai pengarang terkemuka di zamannya setelah terbitnya The Sun Also Rises.
Setelah ini, terbit Men Without Women pada tahun 1927 dan novel berlatar belakang pertempuran di medan perang Italia yang berjudul A Farewell to Arms tahun 1929. Death In The Afternoon (1932) yang bercerita tentang permainan maut adu manusia versus banteng dan kisah tentang perburuan liar di Afrika dalam Green Hills of Africa (1935) lahir sebagai penuangan pengalaman setelah Hemingway melakukan perjalanan keliling dunia ke Spanyol, Florida, Italia, dan Afrika. For Whom The Bells Tolls adalah novel berlatar belakang perang saudara di Spanyol yang ditulisnya tahun 1939.
Karya terpopulernya, The Old Man and The Sea meraih penghargaan Pulitzer Prize tahun 1953,dan pada tahun 1954 Hemingway memperoleh penghargaan Nobel Prize in Literature, sebuah penghargaan tertinggi di bidang kesusasteraan. Karya- karyanya yang lain, seperti The Torrents of Spring (1926), Winner Take Nothing (1933), To Have and Have Not (1937), The Fifth Column and The First Forty-Nine Stories (1938), Across The River and Into The Trees (1950), A Moveable Feast (1985) dan The Garden of Eden (1986) terbit setelah dia meninggal.
Eksistensi dan dedikasinya di bidang sastra banyak memberikan pengaruh pada perkembangan dunia sastra di Amerika Serikat. Hemingway dipuja dan dielu-elukan rakyat Amerika lebih dari pengarang-pengarang abad keduapuluh lainnya. Tapi kemudian, pada tahun-tahun terakhir di masa hidupnya, Hemingway merasa mandek dalam berkarya dan ketagihan alkohol. Hingga suatu hari di tahun 1961 di Ketchum, Idaho, Hemingway mengikuti jejak ayahnya yang juga mati bunuh diri tiga puluh tahun yang lalu dengan pistol yang sama; warisan ayahnya.
“Tulisan sekali lagi menjadi keburukan prinsipil dan kesenangan terbesar,” kata Ernet Hemingway suatu saat. Lantas ia melanjutkan, “hanya kematian yang dapat mengakhirinya.”***