Jalur
Khusus Membuat Resah Sebagian Calon Peserta SPMB
Beberapa
hari yang lalu, sebuah isu mengejutkan, ketika Undip menyatakan
membuka penerimaan mahasiswa baru melalui jalur khusus. Berbeda
dengan calon mahasiswa pada umumnya, yang harus berjuang mati-matian,
berkompetisi dengan calon mahasiswa baru lainnya. Akan tetapi
jalur penerimaan mahasiswa baru yang satu ini terbilang cukup
mudah. Tentu saja bagi mereka yang berkantong tebal. Calon mahasiswa
tidak perlu pusing-pusing mengikuti tes penerimaan, toh sudah
dijamin lolos. Asalkan mereka bersedia menyumbang –istilah
halusnya—sejumlah nominal tertentu. Jumlah tersebut beragam.
Mulai dari 25 hingga 100 juta rupiah sesuai dengan fakultas yang
diminatinya.
Setelah diselidiki di lapangan, hal tersebut bukan sekedar isu
ataupun gosip, melainkan kenyataan. Drs. Adi Nugroho, Msi, humas
Undip membenarkan berita tersebut. Menurutnya langkah itu dilakukan
undip karena keterbatasan subsidi dari pemerintah. Alokasi subsidi
pendidikan yang sangat minim tak mampu lagi menutupi biaya operasional
kampus. Lebih lanjut, dosen Fisip Undip ini menjelaskan bahwa
kuota penerimaan mahasiswa baru jalur khusus sebesar 1,5 persen
dari mahasiswa yang diterima melalui jalur SPMB. Atau sejumlah
48 dari 3304 mahasiswa yang diterima melalui jalur SPMB. Dan untuk
jalur PSSB disediakan 25 persen atau 764 kursi.
Dengan kondisi PTN seperti saat ini, tentu saja membuat masyarakat
cemas. Seakan-akan materi menentukan segalanya. Ada uang ada barang,
istilah bisnisnya. Maka celakalah mereka yang koceknya tipis,
siap-siap saja untuk tersingkirkan. PTN yang dulu terkenal murah,
saat ini hukum itu tak berlaku lagi.
Hal dilema perasaan cemas adanya jalur khusus banyak dialami oleh
para calon peserta SPMB tahun 2003. Hadi Sukmono, siswa lulusan
SMU-IPA tahun 2003 dari sebuah SMU di Jawa Tengah yang namanya
tidak begitu terkenal, menjadi mahasiswa Undip merupakan impiannya.
Untuk membeli formulir SPMB saja ia harus merelakan uang 120 ribu
rupiah melayang dari koceknya. Baginya, yang hanya anak seorang
petani sejumlah uang tersebut cukup memberatkannya. “Sebenarnya,
menurut saya lebih enak masuk Undip tanpa tes saja. Tetapi karena
terlalu mahal, mencapai puluhan sampai ratusan juta rupiah, lebih
baik saya ikut tes saja,”ungkapnya sembari terlihat matanya
berkaca-kaca.
Senada dengan Hadi, Akhmad lulusan SMK 2003 pun menyatakan ketidaksepakatannya
terhadap jalur ‘khusus’ ini. “Terus terang saya
tidak setuju. Karena banyak anak yang pinter tapi nggak punya
uang, nggak bisa masuk. Menurut saya, bagusnya harus lewat seperti
ini (SPMB-red). Kalau anak pengusaha nggak usah antri, cukup bayar
uang beres,”ucapnya lantang.
Krismanto lulusan SMU IPS 2003 pun tidak sepakat dengan jalur
‘khusus’ ini. “Saya tidak setuju. Akan terjadi
kesenjangan sosial yang membedakan antara yang kaya dengan yang
miskin,”tuturnya. Lebih jauh ia berharap agar sistem yang
ada diperbaiki. Karena ia khawatir hanya yang kaya saja yang akan
bisa duduk di bangku PTN.
Back
Home