e-mail: hawepos_online@yahoo.com
 
Foto Ilustrasi
Manajemen tertutup membuat Koperasi Mahasiswa (Kopma) Kosuma Undip jadi sarang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kemudian haruskah didiamkan begitu saja...
  Thursday, 17-Jul-2003
edisi lalu
 


Ruwetnya Koperasi Mahasiswa Kosuma

Manajemen tertutup membuat Koperasi Mahasiswa (Kopma) Kosuma Undip jadi sarang korupsi, kolusi, dan nepotisme

Namanya saja yang mentereng: Koperasi Mahasiswa Kosuma Undip. Tapi di dalam, jangan kaget. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ini terkenal sebagai salah satu badan usaha yang sangat tertutup. Seperti apa manajemen Kosuma, berapa jumlah asetnya, hanya pengurus Kosuma sendiri yang tahu. Pembantu Rektor III, Bambang Priono, juga mengeluhkan ketertutupan tersebut. Padahal, dalam kapasitas sebagai PR III, beliau berhak tahu keuangan Kosuma.
"Saya sendiri heran. Bagaimana bisa, saya selaku PR III yang membawahi UKM tidak sanggup menembus intern Kosuma," ucapnya.

Salah satu akibat manajemen tertutup itu adalah keroposnya keuangan Kosuma. Berdasarkan penelusuran tim Hawe Pos, aset berupa uang tunai sejumlah Rp 105 juta milik Kosuma ternyata menjadi kredit macet. Artinya, ada orang yang berhutang sebesar itu kepada Kosuma -dan sampai sekarang belum membayar. Dan jangan kaget, kalau mereka yang berutang itu kebanyakan adalah pengurus Kosuma sendiri. (Lihat "Daftar Para Debitur Bermasalah").

Selain kredit macet, masalah lain adalah munculnya bisnis pribadi yang mengatasnamakan Kosuma. Gerai HP Kosuma Seluler di kampus Undip bawah dan rental komputer "Kosuma" di Tembalang, adalah contohnya. Dua bisnis ini, meski mengatasnamakan Kosma, sebenarnya bukan milik kosuma. Sebab asetnya merupakan milik pribadi (Lihat "Bisnis Pribadi Mengtasnamakan Kosuma"). Lagipula, bisnis HP dan rental komputer itu tidak tercantum dalam pembukuan Kosuma. Hal itu dikatakan oleh PR III.
"Saya malah tidak tahu kalau Kosuma punya bisnis itu, karena tidak tercantum dalam pembukuan," ucap Pak Bambang.

Sayangnya, pihak Kosuma sendiri bersikap tutup mulut ketika ditanya mengenai dua bisnis gelap itu. Tak ada informasi yang bersedia diberikan.
Satu penemuan lagi yang mengejutkan, ternyata sejak tahun 1990, Kosuma memiliki saham sebanyak 40 ribu lembar di PT. Kayu Lapis Indonesia (KLI). Saham 40 ribu lembar jelas bukan jumlah yang sedikit. Namun siapa yang gerangan mengatasnamakan Kosuma dalam saham tersebut, dan siapa yang menerima deviden dari PT. KLI tiap tahunnya, juga tidak jelas.

Prof. Ir. Eko Budihardjo Msc, saat ditanya mengenai kepemilikan saham Kosuma di PT KLI, mengatakan kalau baru tahu masalah itu pada awal 2002. "Yang saya tahu, sampai saat ini masalah saham itu belum beres," ucapnya.
Sementara itu Bayu AT, ketua Kosuma, juga mengatakan tidak tahu menahu mengenai kepemilikan saham tersebut.

Namun yang paling mengagetkan dari semua keruwetan itu, adalah raibnya uang Rp 20 juta yang berasal dari bantuan Menteri Koperasi Bustanul Arifin. Menurut catatan PR III, tidak ada tanggung jawab atas uang sebesar Rp 20 juta tersebut. Entah ke mana uang yang seharusnya untuk pengembangan Kosuma itu.

Tampaknya, selama manajemen Kosuma masih tertutup seperti sekarang, masih banyak lagi keruwetan yang akan timbul.* (Leny/Andri/ Winarsih).--->tulisan ini telah dimuat di Hawe Pos edisi cetak VI/25 Maret-5 April 2003<---

Kosuma, Dililit Utang dan Penggelapan

Di tahun 1990-an, Kosuma berutang pada BPD Jateng sebesar Rp 235 juta. Tidak begitu jelas tujuan penggunaan uang tersebut. Namun utang ini tidak sanggup dibayar oleh kepengurusan saat itu, hingga diwariskan pada kepengurusan berikutnya. Sejak itulah Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan) selaku pelindung UKM tingkat universitas mulai sukar menembus manajemen Kosuma.

Pembantu Rektor III saat Kosuma berutang sebesar Rp 235 juta itu, yakni Ir. Marwoto (alm.) mewariskan masalah utang Kosuma ini pada Pembantu Rektor III berikutnya, yakni Drs. Madiyono Yudo Adinoto (1991-1995). Ketidakberesan manajemen keuangan Kosuma ini terus saat jabatan Pembantu Rektor III dijabat Prof. Dr. Saryadi (1995-1997), Ir. Sudharmadi (8 bulan peralihan), Drs. Budi Prayitno (1998-2002), sampai dengan Pembantu Rektor III terbaru, Ir. Bambang Triono Msc. (2002-2006). Bilangan utang yang tak bisa dibilang kecil tersebut merupakan embrio utang-utang berikutnya.

Untuk menutup utang tersebut, Kosuma mengajukan permohonan bantuan kepada PT. Angkasa Pura -Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola bandara. Bagi yang tidak paham seluk-beluk koperasi, ada baiknya dijelaskan di sini. Pemerintah RI memang mengharuskan semua BUMN untuk menyisihkan 5% dari hasil usahanya kepada koperasi. Kosuma --yang rupanya juga paham peraturan pemerintah tersebut- melihat barangkali inilah celah untuk bisa menmbayar utang.
Dari proposal Kosuma tersebut, PT. Angkasa Pura akhirnya setuju untuk mengucurkan dana sebesar Rp 246 juta.

Lantas masalah selesai? Utang bisa dibayar?
Belum. Sebab dana dari PT. Angkasa Pura yang seharusnya dialokasikan untuk membayar utang ke BPD, oleh pengurus Kosuma juga diselewengkan untuk pos lain. Pos itu adalah pembelian 7 buah bis untuk pengembangan usaha Kosuma. Mahasiswa Undip pasti ingat pada bis jurusan Mangkang-Tembalang milik Kosuma yang beroperasi pada 1996-1998 itu.
Di tahun 1999, karena utang sebesar Rp 235 juta pada BPD belum juga terbayar, akhirnya Kosuma mengambil langkah praktis. Dari 7 buah bis, 5 di antaranya dijual. Sisanya, yang cuma dua bis itu, masih bisa kita lihat kadang-kadang parkir di samping wartel Kosuma di Jl. Hayam Wuruk.

Utang pada BPD akhirnya beres. Tapi sebagai gantinya, Kosuma berutang pada PT. Angkasa Pura. Namun memang utang pada PT. Angkasa Pura ini terbilang lebih "ringan" daripada berutang pada BPD. Sebab selain waktu pembayaran yang relatif lebih lama, bunga yang dikenakan juga tidak terlalu besar.

Meski bus tinggal dua buah, Kosuma tetap berani menekukan bisnis perjalanan. Masih di tahun 1999, Kosuma menjalin kerjasama dengan PT. Pahala Kencana untuk pengadaan jalur kampus Pleburan-Tembalang. Kontrak sudah ditandatangani. Salah satu kesepakatan yang diambil dalam surat perjanjian tersebut adalah dikhususkannya sebuah lahan di samping bengkel mahasiswa Teknik Mesin (Undip Tembalang) sebagai garasi bus Kosuma dan PT. Pahala Kencana. Untuk kesepakatan itu, PT. Pahala Kencana mengucurkan dana sebesar sejumlah Rp 175 - 250 juta. Namun seperti yang bisa kita lihat, program tersebut tidak rjalan. Entah bagaimana nasib kerjasama Kosuma - PT. Pahala Kencana itu.

Kecuali utang, masalah keuangan lain yang juga dialami Kosuma adalah penggelapan. Dalam arsip yang disimpan sendiri oleh Pembantu Rektor III, tercatat satu item bantuan sejumlah Rp 20 juta. Bantuan tersebut dikucurkan oleh Menteri Koperasi -saat itu- Bustanul Arifin sebagai dana pengembangan koperasi mahasiswa. Kosuma Undip adalah salah satu koperasi mahasiswa yang terpilih mendapatkan bantuan. Sayangnya, bantuan yang semestinya dialokasikan untuk pengembangan Kosuma tersebut raib entah kemana.

Selain utang dan penggelapan, masalah yang membelit adalah kredit macet Rp 105 juta dari dari tenaga profesional (karyawan) ataupun pengurus Kosuma sendiri. Sampai sekarang, tidak jelas bagaimana pengembalian uang Rp 105 juta tersebut. Kalau sudah begini, tampaknya nama koperasi tidak pantas lagi disandang oleh Kosuma.*--->tulisan ini telah dimuat di Hawe Pos edisi cetak VI/25 Maret-5 April 2003<---


Back Home

 
 
Komentar, kritik, saran, atau masukan dari anda tentang tulisan di atas dapat anda samapaikan dan tuliskan langsung di sini dan hasilnya juga langsung dapat anda lihat!

[ Tulis Komentar] [ Lihat Komentar]