Ruwetnya Koperasi Mahasiswa Kosuma
Manajemen tertutup membuat Koperasi Mahasiswa (Kopma) Kosuma
Undip jadi sarang korupsi, kolusi, dan nepotisme
Namanya saja yang mentereng: Koperasi
Mahasiswa Kosuma Undip. Tapi di dalam, jangan kaget. Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) ini terkenal sebagai salah satu badan usaha yang
sangat tertutup. Seperti apa manajemen Kosuma, berapa jumlah asetnya,
hanya pengurus Kosuma sendiri yang tahu. Pembantu Rektor III,
Bambang Priono, juga mengeluhkan ketertutupan tersebut. Padahal,
dalam kapasitas sebagai PR III, beliau berhak tahu keuangan Kosuma.
"Saya sendiri heran. Bagaimana bisa, saya selaku PR III yang
membawahi UKM tidak sanggup menembus intern Kosuma," ucapnya.
Salah satu akibat manajemen tertutup itu adalah keroposnya keuangan
Kosuma. Berdasarkan penelusuran tim Hawe Pos, aset berupa uang
tunai sejumlah Rp 105 juta milik Kosuma ternyata menjadi kredit
macet. Artinya, ada orang yang berhutang sebesar itu kepada Kosuma
-dan sampai sekarang belum membayar. Dan jangan kaget, kalau mereka
yang berutang itu kebanyakan adalah pengurus Kosuma sendiri. (Lihat
"Daftar
Para Debitur Bermasalah").
Selain kredit macet, masalah lain adalah munculnya bisnis pribadi
yang mengatasnamakan Kosuma. Gerai HP Kosuma Seluler di kampus
Undip bawah dan rental komputer "Kosuma" di Tembalang,
adalah contohnya. Dua bisnis ini, meski mengatasnamakan Kosma,
sebenarnya bukan milik kosuma. Sebab asetnya merupakan milik pribadi
(Lihat "Bisnis
Pribadi Mengtasnamakan Kosuma"). Lagipula, bisnis
HP dan rental komputer itu tidak tercantum dalam pembukuan Kosuma.
Hal itu dikatakan oleh PR III.
"Saya malah tidak tahu kalau Kosuma punya bisnis itu, karena
tidak tercantum dalam pembukuan," ucap Pak Bambang.
Sayangnya, pihak Kosuma sendiri bersikap tutup mulut ketika ditanya
mengenai dua bisnis gelap itu. Tak ada informasi yang bersedia
diberikan.
Satu penemuan lagi yang mengejutkan, ternyata sejak tahun 1990,
Kosuma memiliki saham sebanyak 40 ribu lembar di PT. Kayu Lapis
Indonesia (KLI). Saham 40 ribu lembar jelas bukan jumlah yang
sedikit. Namun siapa yang gerangan mengatasnamakan Kosuma dalam
saham tersebut, dan siapa yang menerima deviden dari PT. KLI tiap
tahunnya, juga tidak jelas.
Prof. Ir. Eko Budihardjo Msc, saat ditanya mengenai kepemilikan
saham Kosuma di PT KLI, mengatakan kalau baru tahu masalah itu
pada awal 2002. "Yang saya tahu, sampai saat ini masalah
saham itu belum beres," ucapnya.
Sementara itu Bayu AT, ketua Kosuma, juga mengatakan tidak tahu
menahu mengenai kepemilikan saham tersebut.
Namun yang paling mengagetkan dari semua keruwetan itu, adalah
raibnya uang Rp 20 juta yang berasal dari bantuan Menteri Koperasi
Bustanul Arifin. Menurut catatan PR III, tidak ada tanggung jawab
atas uang sebesar Rp 20 juta tersebut. Entah ke mana uang yang
seharusnya untuk pengembangan Kosuma itu.
Tampaknya, selama manajemen Kosuma masih tertutup seperti sekarang,
masih banyak lagi keruwetan yang akan timbul.* (Leny/Andri/ Winarsih).--->tulisan
ini telah dimuat di Hawe Pos edisi cetak VI/25 Maret-5 April 2003<---
Kosuma, Dililit
Utang dan Penggelapan
Di tahun 1990-an, Kosuma
berutang pada BPD Jateng sebesar Rp 235 juta. Tidak begitu jelas
tujuan penggunaan uang tersebut. Namun utang ini tidak sanggup
dibayar oleh kepengurusan saat itu, hingga diwariskan pada kepengurusan
berikutnya. Sejak itulah Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan)
selaku pelindung UKM tingkat universitas mulai sukar menembus
manajemen Kosuma.
Pembantu Rektor III saat Kosuma berutang sebesar Rp 235 juta itu,
yakni Ir. Marwoto (alm.) mewariskan masalah utang Kosuma ini pada
Pembantu Rektor III berikutnya, yakni Drs. Madiyono Yudo Adinoto
(1991-1995). Ketidakberesan manajemen keuangan Kosuma ini terus
saat jabatan Pembantu Rektor III dijabat Prof. Dr. Saryadi (1995-1997),
Ir. Sudharmadi (8 bulan peralihan), Drs. Budi Prayitno (1998-2002),
sampai dengan Pembantu Rektor III terbaru, Ir. Bambang Triono
Msc. (2002-2006). Bilangan utang yang tak bisa dibilang kecil
tersebut merupakan embrio utang-utang berikutnya.
Untuk menutup utang tersebut, Kosuma mengajukan permohonan bantuan
kepada PT. Angkasa Pura -Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
mengelola bandara. Bagi yang tidak paham seluk-beluk koperasi,
ada baiknya dijelaskan di sini. Pemerintah RI memang mengharuskan
semua BUMN untuk menyisihkan 5% dari hasil usahanya kepada koperasi.
Kosuma --yang rupanya juga paham peraturan pemerintah tersebut-
melihat barangkali inilah celah untuk bisa menmbayar utang.
Dari proposal Kosuma tersebut, PT. Angkasa Pura akhirnya setuju
untuk mengucurkan dana sebesar Rp 246 juta.
Lantas masalah selesai? Utang bisa dibayar?
Belum. Sebab dana dari PT. Angkasa Pura yang seharusnya dialokasikan
untuk membayar utang ke BPD, oleh pengurus Kosuma juga diselewengkan
untuk pos lain. Pos itu adalah pembelian 7 buah bis untuk pengembangan
usaha Kosuma. Mahasiswa Undip pasti ingat pada bis jurusan Mangkang-Tembalang
milik Kosuma yang beroperasi pada 1996-1998 itu.
Di tahun 1999, karena utang sebesar Rp 235 juta pada BPD belum
juga terbayar, akhirnya Kosuma mengambil langkah praktis. Dari
7 buah bis, 5 di antaranya dijual. Sisanya, yang cuma dua bis
itu, masih bisa kita lihat kadang-kadang parkir di samping wartel
Kosuma di Jl. Hayam Wuruk.
Utang pada BPD akhirnya beres. Tapi sebagai gantinya, Kosuma berutang
pada PT. Angkasa Pura. Namun memang utang pada PT. Angkasa Pura
ini terbilang lebih "ringan" daripada berutang pada
BPD. Sebab selain waktu pembayaran yang relatif lebih lama, bunga
yang dikenakan juga tidak terlalu besar.
Meski bus tinggal dua buah, Kosuma tetap berani menekukan bisnis
perjalanan. Masih di tahun 1999, Kosuma menjalin kerjasama dengan
PT. Pahala Kencana untuk pengadaan jalur kampus Pleburan-Tembalang.
Kontrak sudah ditandatangani. Salah satu kesepakatan yang diambil
dalam surat perjanjian tersebut adalah dikhususkannya sebuah lahan
di samping bengkel mahasiswa Teknik Mesin (Undip Tembalang) sebagai
garasi bus Kosuma dan PT. Pahala Kencana. Untuk kesepakatan itu,
PT. Pahala Kencana mengucurkan dana sebesar sejumlah Rp 175 -
250 juta. Namun seperti yang bisa kita lihat, program tersebut
tidak rjalan. Entah bagaimana nasib kerjasama Kosuma - PT. Pahala
Kencana itu.
Kecuali utang, masalah keuangan lain yang juga dialami Kosuma
adalah penggelapan. Dalam arsip yang disimpan sendiri oleh Pembantu
Rektor III, tercatat satu item bantuan sejumlah Rp 20 juta. Bantuan
tersebut dikucurkan oleh Menteri Koperasi -saat itu- Bustanul
Arifin sebagai dana pengembangan koperasi mahasiswa. Kosuma Undip
adalah salah satu koperasi mahasiswa yang terpilih mendapatkan
bantuan. Sayangnya, bantuan yang semestinya dialokasikan untuk
pengembangan Kosuma tersebut raib entah kemana.
Selain utang dan penggelapan,
masalah yang membelit adalah kredit macet Rp 105 juta dari dari
tenaga profesional (karyawan) ataupun pengurus Kosuma sendiri.
Sampai sekarang, tidak jelas bagaimana pengembalian uang Rp 105
juta tersebut. Kalau sudah begini, tampaknya nama koperasi tidak
pantas lagi disandang oleh Kosuma.*--->tulisan
ini telah dimuat di Hawe Pos edisi cetak VI/25 Maret-5 April 2003<---
Back
Home